MENERIMA ORANG TUA YANG JUGA PUNYA LUKA
Ga semua dari kita tuh tumbuh di rumah yang hangat, yang nyaman, yang penuh cinta dan kata-kata “aku sayang kamu, nak”. Ada anak yang dibesarkan dengan bentakan, tuntutan, atau bahkan kekerasan. Dan parahnya, semua itu sering dibungkus dengan kalimat:
“ya, kan kami melakukan ini demi kebaikan kamu.”
Tumbuh besar dengan orang tua yang seringkali menyakiti, entah secara sadar ataupun tidak, bisa menumbuhkan rasa marah, kecewa, bahkan benci. Tapi di balik semua itu, ada satu realitas pahit yang sulit ditelan dalam-dalam tapi penting untuk kita sadari: orang tua kita pun juga manusia. Dan manusia bisa terluka.
Banyak dari mereka dibesarkan di zaman yang ga kenal apa itu parenting yang benar, ga kenal validasi emosi, dan punya standar sendiri tentang bagaimana seharusnya anak menjadi “orang baik” atau “orang kuat”. Dulunya, mereka mungkin tumbuh di rumah yang lebih dingin dan lebih kaku dari rumah kita yang sekarang. Mereka yang selalu diminta untuk nurut, ga boleh nangis, ga boleh ngelawan. Jadi, ketika mereka menjadi orang tua, mereka tetap mengulangi pola yang sama... karena itu satu-satunya cara yang mereka tahu.
Ini bukan pembenaran, ya. Luka tetaplah luka. Perlakuan buruk tetap ga bisa dibenarkan. Tapi saat kita mulai melihat orang tua bukan hanya sebagai “orang tua”, tapi sebagai manusia yang pernah menjadi anak kecil juga, yang mungkin ga pernah benar-benar merasa disayang, dan kemudian ada ruang baru tumbuh di dalam hatimu: ruang untuk mengerti.
Dan mengerti itu, bukan berarti membiarkan.
Kita tetap berhak memasang batas.
Kita tetap boleh untuk marah.
Kita tetap boleh untuk mengambil 'jarak' kalau menurut kita itu yang paling sehat untuk kita.
Tapi, mengerti itu membuat kita berhenti bertanya, “kenapa mereka ga bisa menyayangiku seperti yang aku mau sih?” dan mulai paham, “mungkin mereka belum pernah belajar bagaimana caranya menyayangi, bahkan untuk diri mereka sendiri.”
Proses ini memang ga mudah. Kadang butuh waktu bertahun-tahun. Kadang kita masih tergelincir ke rasa sakit yang udah lama tinggal dan mungkin masih belum sepenuhnya sembuh. Tapi satu hal yang pasti: ketika kita bisa berdamai dengan kenyataan bahwa orang tua kita juga punya luka, kita ga lagi membawa luka itu terus-menerus ke dalam hidup kita.
Kita mulai sembuh. Kita mulai tumbuh dengan baik.
Dan mungkin, dari kita ini yang akan sukses menjadi orang tua dan berhenti mewariskan luka yang sama.
πππ
BalasHapus