segelas kopi dan beberapa kunci yang tidak dicetak untuk kita

Malam tidak pernah benar-benar gelap, tapi juga tidak sepenuhnya terang. Ada bias lampu jalan yang terperangkap di jendela, menyisakan bayangan di dinding kamar. Di tanganku tergenggam segelas kopi yang mulai pahit sejak tegukan pertama, seperti kenyataan yang sudah lama dibiarkan dingin. Sunyi bukan sekadar tidak ada suara, ia adalah gema dari segala upaya yang tidak pernah cukup keras, dari segala keringat yang jatuh tanpa sempat dirayakan. 


Dunia bilang, usaha saja dulu. Dunia bilang, semua bisa kalau mau. Tapi tidak semua kunci bisa diputar dengan tenaga. Beberapa pintu, sejak awal, memang tidak berniat dibuka untuk semua.


Di luar sana, roda terus berputar, tapi tidak semua diberi roda yang sama. Ada yang lahir dengan arah, ada yang hanya diberi peta tanpa nama jalan. Kita semua diminta berlari, tapi tidak ada yang bilang kalau garis start kita tidak sejajar. Dunia menyamar sebagai peluang, padahal kadang hanya panggung yang sudah dibagi-bagi kursinya sejak lama. Dalam sepi malam seperti ini, ketika kopi tidak lagi hangat dan mata sudah lelah mengartikan tanda, aku jadi berpikir: mungkin sistem tidak pernah rusak, ia hanya bekerja dengan sangat baik untuk yang dirancang memenangkannya.

Tak usah bicara meritokrasi ketika jalan satu arah hanya bisa dilalui mereka yang sudah punya kendaraan. Teori-teori tentang keadilan hanya terdengar adil jika kamu belum tahu siapa yang menggambar peta kekuasaan, siapa yang memegang kendali pasar, siapa yang mencetak peluang dengan tinta yang tidak bisa dibaca semua orang. Wallerstein pernah berkata, dunia ini terikat dalam sistem yang memusat, yang memutar gravitasi kekayaan dan kuasa ke arah yang sama berulang-ulang. Kita diminta berenang, tapi tidak diberi laut yang sama. Kita diminta berharap, tapi tidak semua diberi langit yang terbuka.

Dan malam pun terus berjalan, menampung resah yang tidak tahu kemana. Satu per satu cahaya di gedung-gedung padam, tapi di kepala masih menyala tanya yang tidak kunjung padam: 


"Apakah benar semua ini tentang kurang keras mencoba, atau memang sejak mula kita hanya diminta percaya pada nasib yang tidak pernah berpihak?"


Mungkin itu sebabnya, americano terasa pahit bukan karena kopinya, tapi karena kita tahu... beberapa pintu tidak peduli seberapa lama kamu berdiri di depannya, ia memang tidak pernah berniat untuk terbuka.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer